Pada hari Sabtu, 25 Oktober 2025 dilaksanakan perayaan Tumpek Wariga yakni, persembahyangan bersama dan penanaman pohon di lingkungan Desa Satra.
Rahina Tumpek Wariga dirayakan setiap enam bulan atau 210 hari sekali, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wariga. Tumpek Wariga juga sering disebut dengan nama Tumpek Pengatag, Tumpek Uduh, atau Tumpek Bubuh. Hari ini dipergunakan untuk memberi semacam arahan atau berkomunikasi dengan tumbuh-tumbuhan agar berbuah yang banyak dan hasilnya dapat dipersembahkan saat Hari Raya Galungan.
Saat Tumpek Wariga, upacara umumnya dilakukan di kebun atau tegalan milik warga. Umat Hindu di Bali menghaturkan sesaji berupa canang dan bubur dari tepung beras yang dipersembahkan untuk Dewa Sangkara, manifestasi Ida Sang Hyang Widhi sebagai dewa tumbuh-tumbuhan.
Bubur tersebut kemudian ditempelkan pada pohon setelah ditoreh sedikit sembari mengucapkan sesapa:
"Kaki kaki, Nini nini, Sarwa tumuwuh. Niki tiyang ngaturin bubuh mangda ledang tumbuh subur, malih selae lemeng Galungan. Mabuah apang nged, nged, nged..."
Saat mengucapkan nged, biasanya diikuti dengan mengetok batang pohon sebanyak tiga kali. Hal itu dimaksudkan agar pohon berbuah banyak sehingga bisa menjadi bekal saat Galungan nanti.
Secara ringkas, Tumpek Wariga merupakan hari untuk memberi penghormatan kepada alam dan lingkungan, khususnya tumbuh-tumbuhan. Perayaan Tumpek Wariga juga merupakan penjabaran dari salah satu inti konsep Tri Hita Karana, yakni membangun hubungan harmonis antara manusia dengan alam.