Latar belakang terbentuknya desa selalu berbeda-beda sesuai dengan situasi dan kondisi pada jaman dahulu. Demikian pula halnya dengan Desa Satra yang merupakan desa dinas yang terletak tidak begitu jauh dari “kerajaan sweca pura (Gelgel) mempunyai sejarah yang sangat erat hubunganya dengan kerajaan Gelgel.
Desa Satra merupakan satu Desa Pakraman yang terdiri empat Banjar. Satra berasal dari kata “setra” yang dalam bahasa Bali berarti Sema atau Kuburan. Ungkapan di atas berdasarkan cerita sebagai berikut:
Pada tahun 1540-1550 di Kerajaan Sweca Pura (Gelgel) diperintah oleh Raja Sri Dalem Waturenggong. Dalam masa pemerintah beliau datanglah utusan dari Jawa atas perintah Raden Patah ( Raja Demak),agar Sri Dalem Waturenggong mau mengakui Kerajaan Demak Sebagai yang Dipertuan. Utusan itu adalah seseorang putri dari Solo dengan di iringi beberapa prajurit. Putri dari Solo menyatakan permohonanya dihadapan Sri Dalem Waturenggong supaya Sri Dalem Waturenggong mau memeluk Agama Islam dan menyebarluaskan agama itu di Bali. Disamping itu putri Solo juga menyatakan janjinya apabila Sri Dalem Waturenggong mau tunduk kepada Raden Patah maka Putri Solo mau menjadi istri Sri Dalem Waturenggong. Permohonan Putri Solo itu akan dipenuhi oleh Sri Dalem Waturenggong dengan syarat apabila Putri Solo mampu mencabut bulu ibu jari kaki Sri Dalem Waturenggong maka Sri Dalem Waturenggong akan tunduk kepada Raden Patah. Pernyataan Sri Dalem Waturenggong di setujui oleh putri Solo dengan wajah yang menampakan keunggulan dalam menjalankan tugasnya menyebarkan Agama Islam di nusantara. Namun yang terjadi jauh dari dugaan Putri Solo semula, persyaratan dari Sri Dalem Waturenggong tidak dapat di penuhi oleh putri Solo. Putri Solo tidak bisa mencabut bulu ibu jari kaki Sri Dalem Waturenggong. Dengan kegagalan tersebut Putri Solo merasa malu untuk kembali ke jawa. Putri Solo beserta prajuritnya yang di utus oleh Raden Patah itu akhinya meneruskan perjalanan menuju arah barat dan langsung mengadakan Puputan (bunuh diri) di Gujarat. Sejak dari itulah Gujarat dan wilayah sekitarnya disebut Satra. Kata Satra diambil dari kata “setre” yang berarti kuburan. Kuburan yang di maksud adalah kuburan Putri Solo beserta Prajurit utusan Raden Patah yang melakukan puputan atau bunuh diri di daerah tersebut.